“Menurut pendapat saya (ta’añ dori go’ kerurhak nuk’eñ), orang yang merasa tersinggung saat disebut sebagai nuda’ kelekat adalah wajar. Mengapa wajar? Karena mereka memahaminya dalam pemaknaan kata demi kata. Juga menyetarakan kemaknaan nuda’ kelekat dengan nuda’ kenahiñ”
David Kopong Lawe
DELEGASI.COM–Membaca: lewotana (desa) Lamahelan (Helanlangowuyo) sebagai lewo weru’iñ, Kakañ Lamahelañ Ariñ Golèk Ilè sebagai Nuda’ Kelekat pasti membuahkan aneka komentar miring. Ketersinggungan mereka atas makeñ (istilah) Nuda’ Kelekat dapat saja menimbulkan kemarahan terhadap penulisnya Dr. Keron A. Petrus, SE, MA. Bahkan mungki mengumpatnya. Menurut pendapat saya (ta’añ dori go’ kerurhak nuk’eñ), orang yang merasa tersinggung saat disebut sebagai nuda’ kelekat adalah wajar. Mengapa wajar? Karena mereka memahaminya dalam pemaknaan kata demi kata. Juga menyetarakan kemaknaan nuda’ kelekat dengan nuda’ kenahiñ.
Baca juga: ”NUDA KELEKAT” Dalam Budaya Lamaholot-Adonara
Nuda’ Kenahiñ, jika dipahami kata perkata: kata nuda’ artinya orang suruhan, berasal dari kata huda’, artinya menyuruh. Kata kenahiñ berarti orang yang boleh diperintah apa saja, berasal dari kata gahiñ, — memerintah. Nuda’ Kenahin dapat disetarakan pengertiannya dengan hamba sahaya, abdi, pengabdi (kunañ nabañ, ari ana’). Nuda’ Kelekat beda tingkatannya dengan nuda’ kenahiñ. Nuda’ Kelekat, terdiri dari dua kata. Nuda’ dan kelekat. Kata nuda’ artinya orang suruhan, berasal dari kata huda’,– menyuruh. Kata kelekat berarti pelayan, berasal dari kata gelekat, yang berarti melayani. Dalam hal ini ‘pelayan’ dan ‘melayani’ jangan disamakan dengan wujud pelayanan seorang hamba kepada tuannya.
Dalam hubungannya dengan peran Desa Lamahelan (Helanlangowuyo) sebagai lewo weru’iñ, Kakañ Lamahelañ Ariñ Golèk Ilè sebagai Nuda’ Kelekat perlu dipahami sebagai sebuah kepemangkuan yang tinggi. Dalam hal ini nuda’ kelekat merupakan sebuah status terhormat. Terhormat karena dipandang penuh taksim menurut martabat kesulungan dari generasi ke generasi untuk mengatur keharmonisan hidup antar sesama manusia, juga antara manusia dengan alam lingkungan. Untuk ‘melayani’ keharmonisan antar manusia.
‘Melayani’ harmonisasi kehidupan antara manusia dengan alam semesta (ile woka, kayo wato, nura wolo, tahik wai’). Azasi budaya Adonara membenarkan, bahwa hak kepemangkuan dalam budaya Lamaholot-Adonara diwenangkan menurut sistem kekerabatan patrilineal. Karena kesulungannya, seorang koka’ dato’ (eyang) atau kaka ama’ (kakek) dilimpahkan kuasa menjadi nuda’ kelekat. Setelah meninggal,kewenangannya sebagai nuda’ kelekat mutlak terwaris kepada putera sulungnya (ana’ amalakè weru’iñ).
Semestinya kita bangun pemahaman yang sama secara bersama-sama. Bahwa dalam konteks ini, Nuda’ Kelekat kepemangkuan sebuah kedudukan terhormat sebagai penyambung tangan para leluhur (koka’ dato’, kaka bapa, ama nènè), yang telah mewariskannya menurut kesulungan (pèhèñ weru’iñ). Bahkan terus terwariskan kepada putera sulung (amalakè weru’iñ) dari generasi ke generasi.
Posisi lewotana (desa) Lamahelan (Helanlangowuyo) sebagai lewo weru’iñ serta memangku jabatan Nuda’ Kelekat bukan sebuah pelecehan martabat lewotana. Karena Nuda’ Kelekat sebagaimana dipegang oleh orang-orang di Helanlangowuyo, adalah bentuk pemandatan bergengsi dan bermartabat. Karena kapasitas sebagai Nuda Kelekat dalam hubungannya dengan Ile Boleng sesungguhnya mulia.
Nuda Kelekat versi ini berperan sebagai perpanjangan tangan dan pelanjut langkah leluhur pewaris (hubuñ holo koka’ dato’ ama nènè leika limaka). Maka orang yang melanjutkan fungsi dan peran sebagai Nuda Kelekat adalah koka’ dato ama nènè limaka lol’añ, koka moyang kaka bapa leika wutuñ, leika ul’iñ.
Untuk sanak saudaraku di Helanlangowuyo, kiranya membuang jauh-jauh prasangkan bahwa Helanlangowuyo sedang direndahkan martabatnya. Tidak ada leceh-melecehkan dalam pengistilahan Nuda’ kelekat. Seantero Adonara tahu bahwa Helanlangowuyo adalah lewo yang ditetapkan sebagai keturunan sulung (weru’iñ) ketika meninggalkan perkampungan Riawale di puncak Ile Boleng. Nuda’
Kelekat yang melekat kepada kalian dalam harmonisasi hubungan dengan Ile Boleng adalah sebuah kepemangkuan bermartabat. Dalam kesejajaranya kedudukan dan fungsi Nuda’ Kelekat mulia ini terhadap Kitab Suci, maka kepemangkuan ini setara dengan wewa’ liañ alapeñ (para nabi) yang diutus ke seluruh penjuru bumi.
Dalam hubungannya dengan harmoni hidup manusia terhadap ile boleng, kalianlah kelekat pendamai dan penyelaras yang memegang lèlu’ bur’añ (kapas putih) yang takkan dirampas siapapun.***(d’Klawes-17–07–2021)
Penulis adalah David Kopong Lawe, asal Horinara, Kelubagolit-Adonara