Pemerintah Matim Diingatkan Jangan Beri Janji Muluk Soal Pabrik Semen

  • Bagikan
Anggota DPRD NTT dari Fraksi PAN, Katrina Seina Jimur //Foto : delegasi.com(Istimewa)

KUPANG, DELEGASI.COM – Pemerintah Manggarai Timur (Matim) diingatkan agar jangan memberi janji yang muluk kepada masyarakat terkait rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda oleh PT Singa Merah dan PT Istindo Mitra Manggarai.

Demikian dikatakan anggota DPRD NTT dari Fraksi PAN, Katrina Siena Jimur kepada wartawan di Kupang, Rabu (3/6).

Menurut Katrina, pemerintah harus melakukan kajian secara baik dan objektif terkait rencana pendirian pabrik semen dimaksud.

Kajian yang dilakukan itu seperti menyangkut dampak ekonomi, sosial dan budaya dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Hasil kajian itu disampaikan kepada masyarakat secara transparan dan komprehensif.

“Keputusan akhir tergantung pada masyarakat pemilik lahan di Luwuk dan Lingko Lolok dalam menentukan sikap, apakah terima atau tolak kehadiran pendirian pabrik semen,” kata Katrina.

Wakil rakyat asal daerah pemilihan Manggarai Raya ini menyatakan, kehadiran kegiatan investasi di suatu daerah harus memberi nilai positif bagi masyarakat dan daerah. Untuk masyarakat berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan untuk pemerintah daerah menyangkut kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

Katrina berargumen, hal tersebut perlu dikaji secara matang agar masyarakat dan pemerintah daerah tidak menyesal di kemudian hari. Karena ada contoh kasus, sebuah perusahaan asing membawa sekitar 8.000 tenaga kerja dari negara asalnya mulai dari tenaga kerja kasar hingga tenaga ahli.

Demikian juga PT Semen Kupang yang sangat tidak jelas atau abu-abu memberi kontribusi terhadap Pemerintah NTT atas kepemilikan saham dalam bentuk tanah.

“Saya secara pribadi tidak mendukung kehadiran pabrik semen di Matim karena tidak punya dampak apapun terhadap masyarakat,” tandas Katrina.

Ia menjelaskan, jika pendirian pabrik semen tetap terealisasi, limbah yang dihasilkan pabrik dapat merusak ekosistem laut mengingat jaraknya sangat dekat dengan pantai. Sebaiknya daerah itu diarahkan untuk pengembangan pariwisata mengingat buaya yang ada di wilayah itu memiliki kesamaan spesifik dengan buaya yang ada di Riung, Ngada.

“Patut dipertanyakan, apakah Bupati Matim berani lawan gubernur dengan memberi penjelasan yang baik tentang dampak hadirnya pabrik semen,” ujar Katrina.

Ia berharap, Pemerintah Matim sudah melakukan kajian secara matang soal rencana pendirian pabrik semen. Sehingga memfasilitasi pertemuan antara masyarakat pemilik lahan dengan pihak perusahaan. Tentunya keberpihakan terhadap masyarakat terutama di Luwuk dan Lingko Lolok harus diutamakan.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menyampaikan Bupati Agas Andreas dalam klarifikasinya mengakui perannya memberikan izin lokasi, memfasilitasi warga Luwuk dan Lingko Lolok untuk bertemu dengan pihak PT Singa Merah dan PT Istindo Mitra Manggarai dalam jual-beli tanah untuk lokasi tambang semen. Sebagai representasi negara, terbukti tidak berpihak pada kepentingan warga kampung Luwuk dan Lingko Lolok selaku pemilik tanah leluhur. Juga selaku pemangku adat isitiadat beserta hak-hak tradisional yang oleh konstitusi diwajibkan untuk dihormati, diakui dan dilindungi.

“Bupati Agas berkelit mencuci tangan seakan-akan hanya menjadi juru selamat buat warganya dalam melepaskan hak atas tanah dengan harga Rp12.000 per/m2, Inilah yang disebut praktek politik burung unta yaitu mencoba mencuci tangan dan sembunyi muka dengan mengkambinghitamkan IUP dari Gubernur NTT dalam urusan beraroma KKN yang mengorbankan warganya,” kata Petrus.

//delegasi(hermen jawa)

Komentar ANDA?

  • Bagikan