Polkam  

Pers Mesti Menjadi Relaksasi Politik Nasional Pasca Pemilu 2019

Avatar photo

Kupang, Delegasi.Com – Pasca-pemilihan Umum, pers nasional diminta berperan dalam rangka perwujudan proses relaksasi politik nasional, yakni upaya mengendurkan syaraf-syarat persitegangan dan perkubuan politik yang terlanjur menjalar ke akar rumput dalam penyelenggaraan pemilu 2019.

Demikian dikatakan Ketua Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers, Agus Sudibyo saat workshop tentang Peliputan Pasca Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 di Kupang, (19/7/2019).

Workshop tentang Peliputan Pasca Pemilu presiden dan Legislatif 2019 itu diikuti oleh sejumlah media baik cetak maupun elektronik yang berlangsung di Hotel Aston Jalan Timor Raya Kupang.

“Sebagai sesama anak bangsa, kita telah saling berhadap-hadapan, bersitegang bahkan saling menyudutkan karena pilihan politik yang berbeda,” jelas Sudibyo yang meemuji sikut sikutan itu tidak terjadi di NTT

Proses relaksasi yang dimaksudkan Sudibyo yaitu melalui pemberitaan yang menyejukkan dan menekankan pentingnya rekonsiliasi, toleransi dan kerukunan.

Pers dapat dan semestinya berperan dalam mengendurkan syaraf persitegangan dan perkubuan politik tersebut.

“Pers semestinya berperan dalam mendinginkan suasana, merelaksasi kehidupan publik dan kehidupan politik”.

Lebih lanjut Sudibyo menjelaskan pers seyogyanya juga dapat berperan dalam rangka melakukan normalisasi kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

“Setelah pemilu usai, mari kita bersama-sama kembali ke keadaan normal di mana semua pihak kembali pada porsi dan fungsi masing. Jangan sampai, energi kita sebagai bangsa, sebagai masyarakat habis-habisan dicurahkan untuk proses pemilu. Mari berperan dan bekerja sesuai normalitas masing-masing.

Normalitas bagi komunitas pers menurut Sudibyo menurut Sudibyo, tak lain dan tak bukan adalah menjadi kekuatan kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan atau pemerintahan.
Normalitas bagi komunitas wartawan adalah menjalankan profesi jurnalis/wartawan dengan senantiasa berpegang pada Kode Etik Jurnalistik.

Sudinyo meminta pers tak perlu lagi terseret dalam perkubuan politik dan akan fokus pada fungsi kritik dan evaluasi yang proporsional terhadap jalannya pemerintahan.

“Kritik dibutuhkan pemerintah. Kritik adalah oksigen agar pemerintah mampu memperbaiki diri sepanjang waktu. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar kritik pers terhadap pemerintah tidak jatuh pada apriori dan sikap antipati,” jelasnya.

Menurut Sudibyo, kesetiaan pada data dan fakta, kehatihatian dan kerendahan hati, serta ketaatan kepada etika jurnalistik menjadi syarat mutlak di sini. Hal yang tak kalah penting, kemauan untuk memberi apresiasi atas capaincapaian positif yang diraih pemerintah.

“Jika pemerintah memang berprestasi, jangan segan-segan untuk menulisnya,”jelas Sudibyo.

Menurut Sudibyo, pada tahun 2020 ada yang lebih menantang, yakni pilkada serentak 2020 yang rentetannya sudah akan terasa pada akhir tahun 2019 ini. Di beberapa lokasi, pilkada tidak kalah ramai dan konfliktual dibandingkan Pilpres.

“Dalam rangka menghadapi pilkada serentak 2020, Mari kita jaga suasana kondusif seperti yang terwujud pada pilpres 2019 di wilayah NTT. Pers nasional atau pers nusantara seyogyanya tidak menjadi intensivier of conflict dalam kehidupan publik, dan justru menjadi deminisher of conflict”.

“Pers seyogyanya turut meredakan tegangan tegangan konflik yang terjadi menjelang dan selama pilkada melalui pemberitaan yang menekankan pentingnya politik yang santun dan beradab,” jelas Sudibyo.

//delegasi(hermen)

 

Komentar ANDA?