Petik Sasando Bersama Pah Bersaudara Keliling Dunia

Avatar photo

Kupang, Delegasi.com – Suara petikan sasando Diknas John Pah (29) mengalun lembut. Seolah membius para tamu yang ada di rumah sederhana di Desa Oebelo, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Dari yang tadinya mengobrol satu sama lain, para tamu jadi diam. Khusyuk mendengarkan alunan musik Indonesia Pusaka yang dimainkan John.

Diknas John Pah memainkan sasando di Desa Oebelo, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Dirilis kompas.com, John bersama lima saudara kandungnya bermarga pah berlatih sasando sedari kecil. Ayahnya, Jerremias A. Pah (78) adalah maestro sasando yang mengembangkan sasando tradisional menjadi alat musik modern.

 

Jerremias mengharuskan anak-anaknya untuk belajar sasando, bagaimanapun caranya.

 

“Dulu sampai diimingi uang untuk belajar sasando sama bapak. Paling diberi seribu dua ribu (rupiah). Uangnya biasa untuk jajan beli kue. Itu juga tidak setiap hari belajar, tetapi sudah mulai dewasa mikir kok banyak yang suka sasando. Sampai orang dari luar negeri saja mau belajar,” kata John.

John akhirnya mahir bermain sasando setelah lulus Sekolah Menengah Pertama. Sejak saat itu John melanglang buana sampai ke tanah Eropa seperti Perancis, Swiss, Italia, begitu pula ke Selandia Baru, Taiwan, dan Jepang.

Alat musik khas Rote, Nusa Tenggara Timur, sasando.

John sendiri tidak pernah menyangka, anak kampung dari Kupang berangkat ke luar negeri lantaran sebuah alat musik.”Saya sampai menangis di pesawat saat ke Paris karena tidak percaya bisa ke luar negeri. Seperti mimpi, saya di Paris karena alat musik ini. Memang ajaran orang tua itu luar biasa,” kenang John.

 

Bukan dirinya saja, saudara John rata-rata sudah pernah ke luar negeri untuk memperdengarkan musik sasando ke negeri orang.

Sang Maestro Sasando

Jerremias A. Pah di usia senjanya tinggal memetik hasil dari kerja kerasnya untuk memperkenalkan alat musik kampung halamannya.

Wajahnya ramah, selalu tersenyum, sesekali tubuhnnya bergoyang mengikuti alunan musik dari sasando yang dipetik anaknya.

 

Beberapa kali Jerremias menyebutkan prestasinya, ketika sasando buatannya bisa dimainkan di luar negeri dan di gereja-gereja tanah air. Kebanggan Jerremias tampak ketika alat musik buatannya bisa dipakai untuk memuji Tuhan.

Jerremias A. Pah, sang maestro sasando yang mengembangkan sasando jadi alat musik modern.

“Bapak aslinya dari Rote. Dulu dia petani karena ingin berkembang dia lihat banyak pohon lontar. Akhirnya jadi pengrajin daun lontar untuk atap rumah. Di Rote waktu itu sudah ada sasando, senarnya ada sembilan khusus untuk memainkan syair khas Rote,” jelas John.

Rupanya ketertarikan Jerremias dengan sasando dan bahan baku utama sasando yakni pohon lontar membuatnya memutuskan untuk pindah ke Kupang.

John mulai mengembangkan alat musik sasando dari yang sembilan senar menjadi sasando dengan jumlah senar 32 yang disebut sasando biola dan sasando kromatik dengan sasando berjumlah 48 senar.

 

Sejak saat itu, Jerremias menyulap sasando. Tak lagi mampu memanikan syair Rote tetapi lagu-lagu modern seperti lagu Yesterday dari The Beatles sampai lagu Havana dari Camila Cabello.

 

“Waktu pindah ke Kupang tahun 1977 itu bapak jadi tukang mebel dulu. Dia iseng main sasando. Ada media tertarik lalu mempromosikan sasando. Gambar sasando yang ada di uang Rp 5.000 dulu itu, digambar dari foto yang diambil di rumah,” kata John.

 

Atas jasanya memperkenalkan dan mengembangkan sasando menjadi alat musik modern, Jerremias pernah mendapat penghargaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata saat itu, Jero Wacik sebagai Maestro Sasando.

“Sasando bersinar seperti fajar di waktu pagi. Lima kepala di atas sasando berarti lima sila (pancasila),” kata Jerremias sembari bergoyang mengikuti alunan musik Indonesia Pusaka dari sasando yang dipetik John. //delegasi(kompas/hermen)

Komentar ANDA?