Hukrim  

Pimpinan TVRI Dinilai Lakukan Pembiaran Terhadap Reporter TM

Avatar photo

KUPANG, DELEGASI.COM – Ketua Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (Araksi) NTT, Alfred Baun menilai pimpinan TVRI Pusat dan TVRI NTT melakukan pembiaran terhadap reporternya, TM (yang adalah Aparatur Sipil Negara/PNS, red) untuk bekerja sampingan sebagai wartawan swasta dan Pemimpin Redaksi (Pempred) media online obornusantara.com.

Ketua Araksi NTT, Alfred Baun mengatakan hal itu ketika dimintai komentarnya oleh Tim Media ini terkait proses hukum yang dilakukan pihak penyidik Polda NTT terhadap laporan Kowappem NTT pada Rabu (15/7/20) di Kupang.

“Kami memberikan apresiasi terhadap penyidik Polda NTT. Namun kami perlu mengingatkan penyidik Polda untuk juga mendalami legalitas media obornusantara.com milik TM. Apakah sebagai PNS TM dapat merangkap sebagai seorang wartawan swasta dan Pemred media online obornusantara.com? Kami duga selama ini Pimpinan TVRI Pusat dan TVRI NTT melakukan pembiaran terhadap TM,” ujarnya.

Menurut Alfred, sesuai pengakuan pihak TVRI yang dilansir media online, sudah banyak laporan tentang ‘tindak-tanduk’ TM yang dilaporkan kepada lembaga TVRI tapi tidak ada tindakan tegas terhadapnya.

“Kan sudah banyak laporan yang masuk ke TVRI, tapi kenapa selama ini tidak diambil tindakan tegas. Kita bisa menduga bahwa itu sengaja dibiarkan,” kritiknya.

Alfred menjelaskan, seorang PNS (Reporter TVRI, red) dilarang menjalankan profesi ganda sebagai seorang wartawan media online swasta.

“Dia digaji oleh negara untuk melaksanakan tugas sebagai reporter TVRI, tapi dia tidak menjalankan tugasnya malah merangkap menjadi wartawan/Pemred media online. Saya yakin pimpinan TVRI NTT tahu hal ini tapi mengapa dibiarkan?” bebernya.

Alfred juga mempertanyakan sikap pimpinan TVRI NTT yang membiarkan TM bekerja seenaknya?

“Dia itu kan seorang PNS, kok tidak ikut aturan sebagai seorang ASN? Rambutnya saja gondrong dan masuk kerja seenaknya. Jalan ke daerah/Jakarta tanpa surat tugas. Tapi tiap bulan TM kan terima gaji yang dibayar penuh oleh negara? Sementara diwaktu yang sama, TM bekerja juga sebagai wartawan swasta media online. Apakah itu tidak melanggar aturan ASN?” tanya Alfred.

Dari tindak-tanduk TM itu, lanjut Alrfred, menimbulkan tanda tanya.

“Mengapa pimpinan TVRI Pusat dan TVRI NTT membiarkan TM? Ini aneh. Ada apa dibalik ini? Apakah pimpinan TVRI sengaja melakukan pembiaran?” tanyanya lagi.

Alfred meminta Direktur TVRI Pusat dan Kepala Stasiun (Kepsta) TVRI NTT tidak boleh diam dan tidak boleh menganggap biasa saja laporan Kowappem NTT yang sedang diselidiki Ditreskrimum Polda NTT terkait dugaan suap/gratifikasi Rp 10 juta (dari total Rp 125 juta, red) yang melibatkan TM (TVRI NTT) dan ES (PT. Pembangunan Perumahan).

“Ada apa sesungguhnya pihak TVRI Pusat dan Kepsta TVRI NTT tekesan diam-diam saja atas dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Reporter TVRI NTT? Bukannya sebagai lembaga ber-plat merah sudah seharusnya mengambil tindakan tegas terhadap tindakan karyawan/pegawai yang merusak nama baik lembaga negara dan juga berpotensi merugikan keuangan negara ini?” tanya Ketua Araksi, Alfred Baun.

“Kami menduga ada yang tidak beres dengan pimpinan TVRI NTT. Kejadian yang merusak citra TVRI NTT ini sudah terang-terangan diberitakan di berbagai media dan kenyataan salah dengan dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sangat kuat, kok pimpinan TVRI tidak mengambil sikap tegas? Sebagai pimpinan seharusnya bisa bertindak tegas karena apa yang dilakukan oleh TM itu sudah tidak sesuai dengan kode etik kepegawaian. Apalagi yang bersangkutan adalah ASN tetapi ko bisa membuat media sendiri,” beber Ketua Araksi.

Seorang ASN, lanjutnya, tidak dapat memiliki dan bekerja sebagai wartawan swasta pada media sendiri.

“Lucunya saat meliput meliput selalu mengatasnamakan TVRI NTT. Namun kenyataan TM hanya mempublikasikan dan membesarkan medianya sendiri obornusantara.com,” ujar Alfred.

Masalah tersebut, tegas Alfred, tidak boleh dibiarkan oleh Pimpinan TVRI.

“Bila perlu Pimpinan TVRI NTT harus ikut bertanggung jawab, karena saya lihat ada pembiaran. Bahkan sudah diperiksa Polisi pun yang bersangkutan masih menayangkan berita di media onlinenya,” ungkapnya.

Karena itu, Alfred meminta agar pihak TVRI mengambil tindakan tegas terhadap perilaku TM.

“Kami berharap Pimpinan TVRI Pusat dan Pimpinan TVRI NTT harus mengambil sikap tegas dan harus berani memberikan sanksi yang sangat tegas kepada reporter TVRI itu,” pinta Ketua Araksi yang getol mengungkap kasus-kasus Korupsi di NTT saat ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepsta TVRI NTT, Trubus Surahto, SE., MM, yang dikonfirmasi beberapa waktu lalu terkait dugaan kasus gratifikasi tersebut, berjanji akan menindak tegas TM jika terbukti menerima suap/gratifikasi dari PT. PP.
Dugaan suap/gratifikasi itu bermula pada Kamis (18/6/2020), Tomi Mirulewan (TM) (reporter TVRI NTT bersama beberapa wartawan lainnya datang ke lokasi proyek untuk bertemu dengan manajemen PT. PP namun Satpam menolak TM, cs karena pimpinan sedang rapat.

Keesokan harinya, Jumat (19/6/2020), muncul pemberitaan di media online Obor Nusantara (judul berita ‘Pakai Dinamit Bongkar Galian, Puluhan Rumah Warga Rusak, PT. PP (Persero) Diminta Tanggungjawab’).

Menurut PT. PP, Isi berita tidak sesuai dengan fakta. PT. PP dituding tidak bertanggungjawab. Faktanya kita sudah melakukan sosialisasi dan pendataan. Tapi yang diberitakan seolah-seolah pihak PT PP tidak melakukan apa-apa. Pihak PT. PP juga heran karena pemberitaan di Obor Nusantara justru ditulis oleh TM yang adalah wartawan TVRI.

Kemudian Pihak PT. PP mencari tahu wartawan yang menulis berita tersebut dan Tomi Mirulewan mengaku sebagai penulis dan pemilik portal Berita Obor Nusantara. Pihak PT. PP kemudian mengundang TM, cs untuk mengklarifikasi pemberitaan.

Pada Jumat (19/6/2020) sekitar Pukul 14.00 Wita, datang beberapa wartawan televisi, ke lokasi proyek pembangunan PLTU 1 Timor. Saat klarifikasi itu hadir juga pihak owner dari PLN, Pak Wildan Firdaus (Manager Bagian Proyek PLTU Timor 1), Pak Hidayat (konsultan), Pak Eko Siswanto (perwakilan PT PP) dan lain-lain. Sehingga setelah diklarifikasi, masalah itu sudah dianggap selesai.

Namun beberapa jam setelah dilakukan klarifikasi kepada wartawan di lokasi proyek, TM (reporter TVRI) menghubungi Manager Bagian Proyek PLTU Timor 1, Wildan Firdaus untuk mengajak makan-makan. Pihak PT. PP kemudian menghubungi TM, cs untuk bertemu di Resto Nelayan Kupang.

Sekitar Pukul 18.00 Wita, datang lima orang ke Resto Nelayan, yakni TM (reporter TVRI, ES (kontributor termasuk RCTI), JN (kontributor Net TV) dan portal berita Merdeka.Com, dan CK (kontributor Metro TV) dan seorang perempuan yang hingga saat ini belum diketahui nama dan asal medianya (seorang perempuan lainnya tetap tinggal di mobil Tomi Mirulewan karena pusing). Pertemuan sore itu berlangsung dari pukul 18.30 sampai Pukul 20.00 Wita.

Di Resto Nelayan, pihak PT. PP sempat meminta agar berita yang sudah ditayangkan (di portal Obor Nusantara.Com dan Merdeka.Co dapat dicabut.

Tapi para wartawan lain yang hadir di situ menolak dan meminta PT. PP untuk menggunakan hak jawab.
Namun TM mengatakan bahwa proses pencabutan berita di Obor Nusantara.Com memang ribet karena ada admin di Jakarta dan harus melalui beberapa langkah.
Setelah dari Resto Nelayan, sekitar Pukul 21.00 Wita, TM kembali menghubungi dan mengajak perwakilan PT. PP untuk bertemu di salah satu kafe yang terletak dekat Princes Mart. Di cafe itu, TM mengatakan bahwa ia dengan mudah dapat mencabut berita di Obor Nusantara.Com.

TM kemudian men-delete berita tersebut dengan permintaan uang sebesar Rp 10 juta. Saat itu pihak PT. PP (Eko Siswanto dan Tommi/tim creative) memberikan uang tunai sebesar Rp 5 juta.

Pada Sabtu (20/6/2020) sekitar Pukul 10.26 pagi, TM melalui percakapan via whatsapp, masih meminta uang sebesar Rp 125 juta untuk 5 wartawan televisi lainnya (masing-masing Rp 25 juta).

TM mengaku disuruh oleh wartawan televisi lainnya untuk agar pemberitaannya tidak dikirim ke redaksi. Ia bahkan mengirim nomor rekeningnya. Kemudian ES dari PT. PP mentransfer uang senilai Rp 5 juta ke rekening milik TM.

//delegasi(*/tim)

Komentar ANDA?