Pinjaman Dana PEN Rp 1,5 T Pemprov NTT Dikenakan Bunga Rp 700 M

  • Bagikan
RPD, beberapa anggota Komisi III DPRD NTT meminta Pemprov NTT menghitung kembali besaran total cicilan pokok dan bunga pinjaman dari Bank NTT (Rp 150 M) dan PT. SMI (Rp 1,78 T) untuk mengetahui kemampuan daerah untuk membayar hutang-hutang tersebut.//Foto: delegasi.com(tim)

 

KUPANG, DELEGASI.COM – Pinjaman Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dari Pemerintah Pusat melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 1,5 Trilyun dikenakan bunga sebesar Rp 6,19 persen/tahun atau sekitar Rp 700 Milyar selama 8 tahun (selama periode pengembalian, red).

Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RPD) Komisi II DPRD NTT dengan Badan Keuangan Daerah (BKD) NTT, Selasa 4 Mei 2021.

Dalam RPD tersebut beberapa anggota Komisi III DPRD NTT meminta Pemprov NTT menghitung kembali besaran total cicilan pokok dan bunga pinjaman dari Bank NTT (Rp 150 M) dan PT. SMI (Rp 1,78 T) untuk mengetahui kemampuan daerah untuk membayar hutang-hutang tersebut.

Para anggota dewan tampak pesimis bahwa investasi Pemprov NTT dari pinjaman dana PEN (yang telah masuk APBD Murni Tahun 2021, red) untuk budidaya ikan kerapu dan kakap ,(Rp 156 M), TJPS (Tanam Jagung Panen Sapi), budidaya ternak dan Porang akan mampu membiayai pengembalian cicilan pokok dan bunga pinjaman tersebut.

Para anggota Komisi III juga mengungkapkan kekecewaannya karena berdasarkan hasil uji petik di lapangan, sapi yang dibeli dari program TJPS (Tanam Jagung Panen Sapi) hanya sebesar kambing. Sedangkan uji petik Komisi III pada program budidaya ikan kerapu dan kakap di Tablolong, tidak menemukan lokasi budidaya.

Menanggapi hal itu, Moruk mengatakan Ia juga telah mendapatkan informasi sebagaimana kekecewaan para anggota Dewan di lapangan. “Karena itu kita akan dorong OPD untuk dapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah),” ujarnya.

Moruk menjelaskan, pinjaman dana dari PT. SMI untuk pembangunan jalan provinsi (Rp 1,003 T, red) sudah hampir final. “Sudah 95 persen tapi untuk investasi (budidaya kerapu, jagung ternak, dan porang, red) masih perlu pembahasan serius, ujar Moruk.

Moruk mengatakan, Gubernur dan para Kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) telah berkomitmen untuk meningkatkan PAD. “Sudah disiapkan formulir, kepala OPD yang tidak berhasil meningkatkan PAD siap mengundurkan diri,” kata Moruk.

Mendengar hal ini, Ketua Komisi III, Viktor Mado Watun langsung memotonh pembicaraan Moruk. “Kalau Bapak mereka mundur, kita tidak ada urusan tapi rakyak tidak boleh jadi korban. Tidak usah dipukul balik begitu. Program gagalkan taruhannya jabatan, silahkan mundur,” ujar Viktor dengan nada kesal.

Menurutnya, kepala OPD dengan gampang mengundurkan diri jika program investasi tersebut tidak berhasil. “Bapak mereka mungkin gampang saja, kalau tidak berhasil mundur … Oke. Tapi bagaimana kalau semua program investasi perikanan, pertanian, peternakan dan kehutanan (yang dibiayai dari pinjaman dana PEN, red) gagal. Dari mana uangnya untuk membayar kembali pinjaman?” tandas Viktor.

Ketua Komisi dari Fraksi PDIP (Dapil Flotim, Lembata, Alor) tersebut mempertanyakan keterlibatan BKD dalam perencanaan kegiatan investasi tersebut. BKD terlibat atau tidak? Misalnya perikanan, BKD pernah sampai di Waekulambu atau tidak?

“BKD sudah sampai di Waekulambu untuk melihat apakah ikan itu sudah panen atau tidak? Kalau belum … yah ibarat anak dikasih uang jajan dan terserah dia mau beli apa. Tidak bisa begitu. Pemerintah harus ada koordinasi lintas sektor,” tegasnya.

Diwawancarai usai RPD, Viktor menjelaskan, pinjaman dana PEN Rp 1,5 T yang tetapkan tanpa perhitungan bunga. “Tapi informasinya pada tahun 2021, Pempus menetapkan bunga 6,19 persen. Jadi bunga setiap tahunnya sekitar Rp 93 M atau sekitar Rp 700 M dalam 8 tahun,” bebernya.

Karena itu, lanjut Viktor, pihaknya pada hari ini, Rabu (5/5/21) mengagendakan ROD dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Dinas Peternakan, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “OPD mengelola dana yang sangat besar, mereka harus menyampaikan skenario pengembaliannya. Mereka mampu tidak kelola dana begitu besar? Dan apakah mereka mampu mengembalikan pinjaman itu atau tidak?” jelasnya.

Karena menurut Viktor, skenario pengembalian pinjaman selama 8 tahun (hingga 2030, red). “Tapi masa jabatan Gubernur hanya sampai tahun 2023. Sedangkan kami DPRD masih sampai 2024. Jangan sampai setelah gubernur turun, kami yang dihajar,” ujarnya.

Ditemui usai RPD tersebut, Kepala BKD NTT, Zakarias Moruk memaparkan bahwa pada Maret tahun 2021, Pempus melalui PT SMI menetapkan bunga 6,19 persen terhadap pinjaman dana PEN Pemprov NTT senilai Rp 1,5 T. “Padahal dalam pembicaraan sebelumnya pada tahun 2020, PT. SMI tidak mengenakan bunga pinjaman,” ujarnya.

Menurut Moruk, Pemprov NTT memiliki kemampuan keuangan daerah untuk membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman tersebut. “Karena penerimaan daerah dari PAD, dana transfer, PDH dan lainnya sekitar Rp 3 Trilyun. Itu belum mencapai Rp 75 persen dari APBD sehingga kita memenuhi syarat untuk melakukan pinjaman,” katanya.

//delegasi(*/tim)

Komentar ANDA?

  • Bagikan