“Narasi kedunguan itu sesungguhnya tak pantas disampaikan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. YL dianggap sebagai warga Kota Kupang pertama yang merusak tatanan nilai, tatanan rasa dan tatanan kebatinan melalui ucapan dan perkataan kepada masyarakat Flores dan Umat Katolik”
Patris Kami
DELEGASI.COM – “Salah bahasa rusak konsep, salah konsep hancur persepsi, salah kata badan binasa”. Itulah sepenggal ungkapan sebagai tolak ukur kekuatan diri manusia yang selalu terlihat dari sejauh mana ia menyampaikan pesan.
Pesan yang disampaikan entah dalam ruangan gelap, ruangan tertutup, ruang bersenyap, ruangan terbuka yang tak ada seorangpun didepannya, namun pesan tetap tersampaikan.
Apalagi seseorang dikategorikan sebagai publik figur dan tokoh politik yang saat ini sedang menduduki jabatan legislatif tertinggi di kota karang, mewakili sebagai Ibu Kota Provinsi dengan simbol pemegang sertivikat sebagai provinsi bertoleransi tingkat Nasional.
Ketika menonton dan mendengarkan video yang berdurasi satu menit lima detik, dari hasil penggalan yang dimungkinkan dari hasil rekaman video panjang, sebagai putra Flores dan beriman Katolik, saya mencoba memunculkan beberapa prespektif untuk membuka kedunguan bertutur dari politis senior di Kota Kupang, Yeskiel Loudoe (YL) yang saat ini sedang menduduki jabatan tertinggi pada kursi legislatif (Ketua DPRD) Kota Kupang,.
Pertama, YL bertutur dengan nada miris yang menyatakan bahwa ia adalah seorang manusia yang beragama Protestan dan bersuku Rote. Tentunya narasi dungu ini secara sepintas YL tidak mewakili siapapun. Namun dilihat secara administratif, tentunya YL bicara saat itu kapasitasnya sebagai Ketua DPRD Kota Kupang, apalagi dilihat dari motif dan dinamika politik akhir-akhir ini, mulai dari mosi tidak percaya dari sejawatnya hingga berujung demonstrasi oleh aliansi Mahasiswa di Kota Kupang yang meminta YL mundur.
Presepektif pertama ini, sepatutnya YL sudah salah kapra dalam memilih diksi dan narasi yang dikategorikan sebagai penebar ungkapan tidak menyenangkan bukan hanya kepada masyarakat Flores dan beragama katolik, namun narasi itu membuat simbol dan ikon sebagai provinsi dengan predikat provinsi bertoleransi menjadi luntur dan tak ada maknanya sama sekali.
Kedua, kedunguan bernarasi yang disampaikan oleh YL tersebut sebagai bentuk tendensius dan menunjukan ketidakcerdasan dalam menyampaikan pesan Cinta Pembelaan Diri.
Wajar Ungkapan ini “Salah Bahasa Rusak Konsep”. Sesungguhnya YL sadar yang dikecam oleh sejumlah mahasiswa melalui aksi-aksi mereka itu ditujukan kepada seorang Yeskiel Loudoe yang nota bene sebagai ketua DPRD Kota Kupang.
Sepantasnya pilihan kata yang tepat disampaikan itu adalah “kedunguan bernarasi YL”, sepatutnya dan sewajarnya itu disampaikan karena dianggap rasisme dan membuat kegaduhan bernalar bagi banyak generasi. Sebagai publik figur, seharusnya YL mempertimbangkan banyak aspek dan deteksi diri dalam penyampaian pesan kepada siapapun dan dimanapun tempat penyampaian pesan. Mengapa? karena YL adalah pucuk pimpinan DPRD Kota Kupang, yang seharusnya sebagai penyalur berkat cinta di kursi empuk dengan narasi-narasi perjuangan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat kota Kupang.
Ketiga, YL ingin mempertahankan kedudukannya dengan memunculkan narasi dungu untuk menggaet hati sesama latar pikir.
Narasi kedunguan yang dilafalkan YL tersebut terlihat ingin keluar dari zona tidak aman, namun salah sasaran dan pelesatan ucapan sesat malah menjadi boomerang bagi dirinya sendiri dan ungkapan inilah yang harus diterima YL “Salah Kata Badan Binasa”.
Narasi dungu itu sebagai bentuk penyesatan dan harus diselesaikan dengan arif dan bijaksana tanpa memunculkan narasi baru yang malah menhancurkan tatanan dan nilai kekeluargaan yang dibangun sejak lama dengan payung besar NTT “Flobamorata”
Keempat, YL Harus diberi sanksi .
Jika dilihat rekaman tersebut, jelas YL harus mendapatkan sanksi tegas agar tidak menimbulkan kegaduhan berkepanjangan. Narasi kedunguan itu sesungguhnya tak pantas disampaikan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. YL dianggap sebagai warga Kota Kupang pertama yang merusak tatanan nilai, tatanan rasa dan tatanan kebatinan melalui ucapan dan perkataan kepada masyarakat Flores dan Umat Katolik.
Kelima, NTT merupakan provinsi dengan peringkat tolernasi Nasional dan kota kupang menjadi simbol utama bagi provinsi ini, tak boleh ada tras baru yang membuat perpecahan yang dapat merugikan semua pihak. Masyarakat NTT harus menang dari Kedunguan Narasi YL***.
Penulis adalah Kandidat Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Bali