KUPANG, DELEGASI.COM – Program Tanam Jagung Panen Sapi yang diluncurkan Pemerintah NTT melalui Dinas Pertanian pada tahun anggaran 2019 dinilai mengabaikan aspek pemerataan dan terkesan diskrminatif.
Penilaian ini disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Patris Lali Wolo kepada wartawan di Kupang, Jumat (31/1).
Patris menjelaskan, Pemerintah NTT pada tahun anggaran 2019 mengucurkan dana yang bersumber dari APBD untuk program tanam jagung panen sapi.
Program ini dilaksanakan di atas lahan seluas 2.200 hektar. Anggaran yang dialokasikan untuk satu hektar sebesar Rp5 juta.
Dengan demikian, total dana yang dikucurkan sebesar kurang lebih Rp11 miliar.
Dana tersebut, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini, belum termasuk gaji pendamping sebesar Rp3 juta per- desa.
Jumlah tenaga pendamping yang direkrut untuk program tanam jagung panen sapi ini sebanyak 20- an orang. Dengan demikian, total gaji pendamping dalam setahun kurang lebih Rp720 juta.
“Sangat ironis, program ini hanya dilaksanakan di daratan Timor dan satu kabupaten di Pulau Sumba,” kata Patris.
Menurutnya, dapat dimaklumi jika pelaksanaan program tanam jagung panen sapi pada 2019 lalu sebagai pilot project.
Namun semestinya, walau sebagai pilot project tapi harus tetap mengakomodasi pemerataan tiga pulau besar di NTT, yakni Timor, Sumba dan Flores.
“Kita desak agar musim tanam 2020 yakni pada November atau Desember mendatang, hendaknya mengakomodasi kabupaten- kabupaten di Pulau Flores yang juga cukup potensial untuk pengembangan program tanam jagung panen sapi,” tandas Patris.
Pada kesempatan itu ia mengungkapkan, pihaknya akan meminta klarifikasi Dinas Pertanian.
Karena informasi yang diperolehnya menyatakan, program dimaksud hanya dilaksanakan di Timor dan Sumba karena potensi lahan di Flores tidak ada untuk melaksanakan program tersebut.
“Kita minta klarifikasi seperti apa kajian dan data yang dimiliki sehingga berkesimpulan potensi lahan di Flores tidak ada untuk pelaksanaan program tanam jagung panen sapi,” tegas Patris.
Ia menjelaskan, untuk menguji kebenaran informasi yang diperoleh, saat berkunjung ke Ngada beberapa waktu lalu, dirinya meminta Dinas Pertanian setempat terkait data potensi lahan untuk pelaksanaan program tanam jagung panen sapi.
Data yang diberikan menunjukkan potensi lahan untuk pelaksanaan program ini seluas 6.990 hektar. Sehingga dipastikan potensi lahan di Flores untuk mendukung program tersebut lebih banyak lagi.
“Kita yakin Dinas Pertanian tahu secara pasti peta potensi lahan di Flores.
Aspek pemerataan program harus dikedepankan, bukannya membangun argumentasi yang tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan,” pinta Patris.
//delegasi(ger wisung)