Putin Disebut Akan Mundur karena Parkinson dan Diminta Pacar

  • Bagikan
Presiden Rusia, Vladimir Putin. Dia dilaporkan hendak mengundurkan diri pada 2021. (AFP Photo/Pavel Golovkin)

JAKARTA, DELEGASI.COM- Presiden RusiaVladimir Putin (68), dikabarkan berniat mengundurkan diri pada Januari 2021. Di sisi lain, parlemen Rusia mengusulkan rancangan undang-undang yang akan memberikan Putin kekebalan hukum jika dia memang benar-benar mengundurkan diri.

Seperti dilansir surat kabar New York Post, Jumat (6/11), kabar niat pengunduran diri Putin disampaikan oleh analis politik di Moskow, Valery Solovei.

Menurut pernyataan Solovei yang dikutip surat kabar Inggris, The Sun, informasi itu diperoleh karena kabarnya kekasih Putin, Alina Kabaeva (37), dan kedua anaknya meminta sang presiden untuk mengundurkan diri.

Selain itu, Solovei mengatakan Putin dilaporkan memperlihatkan gejala sakit parkinson.Hal itu bisa dilihat dalam rekaman wawancara terbaru, di mana Putin terlihat kerap menggeser-geser kakinya. Selain itu, jari-jari Putin juga terlihat melipat ketika dia mengambil cangkir untuk minum.

Sementara itu, surat kabar Inggris, The Guardian, menyatakan anggota parlemen Rusia mengajukan rancangan beleid tentang kekebalan hukum. Menurut laporan itu, RUU itu jika disahkan maka akan membuat Putin tidak bisa dituntut dengan cara apapun jika dia melakukan kekeliruan selama masa pemerintahannya, serta pada masa sebelum dan sesudahnya.

Sebagian besar anggota parlemen nampaknya akan diminta untuk mencabut perlindungan itu. Menurut aturan yang berlaku saat ini, mantan presiden di Rusia tidak bisa dituntut secara hukum dari kebijakan yang mereka putuskan hanya selama mereka menjabat.

Pada pekan lalu, pemerintahan Putin juga mengajukan RUU yang membolehkan seluruh mantan presiden di Rusia yang sudah tidak menjabat untuk menjadi senator di dalam Dewan Federasi selama seumur hidup. Jabatan itu juga membuat sang senator kebal dari segala tuntutan hukum.

RUU itu disebut sebagai lanjutan dari keputusan Parlemen Rusia yang mengubah undang-undang dasar, dengan menghilangkan batas masa jabatan bagi seorang presiden. Aturan itu membuat Putin bisa kembali menjabat hingga 2036, di mana saat itu dia diperkirakan akan berumur 84 tahun.

Dalam prosesnya, RUU itu harus tiga kali dibahas di majelis rendah, untuk kemudian diusulkan ke majelis tinggi. Jika disetujui, maka Putin akan menandatanganinya dan baru kemudian RUU itu resmi berlaku.

Bukan kali ini saja Putin mendukung aturan yang memberikan kekebalan hukum bagi mantan presiden. Dia pernah menerbitkan dekrit yang memberikan kekebalan hukum kapda mantan Presiden Rusia, Boris Yeltsin, dari segala bentuk penyelidikan, penuntutan dan penggeledahan di seluruh properti miliknya.

Diduga hal itu adalah bentuk balas jasa Putin karena Yeltsin bersedia mengundurkan diri, dan kemudian mendukung Putin sebagai presiden.

Akan tetapi, Yeltsin dalam buku memoarnya membantah dia dan Putin membuat kesepakatan terkait hal itu. Apalagi Yeltsin juga sempat terjerat kasus yang diselidiki oleh penegak hukum di Swiss terkait dugaan gratifikasi dengan memberikan kartu kredit kepada seluruh anggota keluarganya.

Aturan tentang pemberian kekebalan terhadap presiden di Rusia disahkan pertama kali pada 2001, setahun setelah Putin menjabat.

Jika RUU kekebalan hukum itu disahkan, maka mantan presiden Rusia, Dmitry Medvedev, juga akan mendapatkan hak yang sama dengan Putin. Dia menjabat sebagai presiden Rusia pada 2008 sampai 2012, dan kemudian digantikan kembali oleh Putin.Putin menjabat sebagai presiden Rusia sejak 2000 sampai 2008. Dia lantas kembali memimpin pada 2012 sampai hari ini.

Dia dilaporkan sengaja mendukung Medvedev untuk mengakali aturan supaya bisa kembali menjabat. Selama masa pandemi virus corona, Putin bekerja dari ruang bawah tanah dan jarang muncul.

//delegasi(cnn)

 

Komentar ANDA?

  • Bagikan