OPINI  

Soal Pemberhentian THL, Lali Wolo: Pemda Nagekeo Harus Kedepankan Aspek Kemanusiaan

Avatar photo

Kupang, Delegasi.Com – Pemerintah daerah (Pemda) Nagekeo diminta agar dalam mengambil sebuah kebijakan seperti pemberhentian terhadap 1.046 tenaga harian lepas (THL), entah honorer maupun kontrak harus lebih mengedepankan aspek kemanusiaan.

Anggota DPRD NTT asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka, Patris Lali Wolo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Jumat (10/5/2019) lalu.

Menurut Patris, pemberhentian terhadap para THL dimaksud membawa dampak yang sangat besar, terutama aspek kemanusiaan dan sosial. Kebijakan itu telah mengakibatkan hilangnya lapangan kerja bagi mereka yang sudah sekian lama mengabdi untuk daerah. Selain itu, memberi beban tersendiri bagi keberlangsungan hidup mereka ke depan. Besar kemungkinan sebagian dari mereka punya beban untuk pendidikan anak dan pinjaman pada pihak ketiga seperti koperasi dan bank.

Persoalan lainnya, lanjut politisi PDIP ini, daya beli masyarakat pun menjadi minim karena dengan dirumahkannya ribuan THL itu, mereka tidak lagi memiliki penghasilan tetap. Dampaknya, omset para penyedia jasa seperti ojek, rumah makan, dan kos-kosan menjadi turun karena pengguna jasa berkurang drastis. Ironisnya lagi, pemerintah belum menyiapkan lapangan kerja terutama untuk menyerap mereka yang dirumahkan.

“Memang bagi sejumlah pihak kontribusi yang diberikan para THL sangat kecil, tapi setidaknya mereka telah memberi sumbangsih yang positif bagi pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan,” kata Patris.

Ia menyatakan, tugas pemerintah adalah mensejahterakan rakyat. Karena itu kebijakan merumahkan ribuan THL itu adalah sebuah keputusan yang keliru. Terlepas dari langkah untuk mengefisiensi anggaran, tapi skala prioritas dengan mengedepankan aspek kemanusiaan.

Lebih lanjut Patris menegaskan, kebijakan merumahkan yang diambil Pemda Nagekeo itu sebenarnya bertentangan dengan Perda APBD 2019 yang telah ditetapkan pada Desember 2018. Karena anggaran yang telah ditetapkan itu, mengakomodasi juga gaji untuk para THL yang dirumahkan tersebut.

“Pemerintah sebenarnya  sebelum merumahkan mereka, memberi durasi waktu agar mereka sudah mengantisipasi dengan jenis pekerjaan lain,” ungkap Patris.

Ia berargumen, langkah yang diambil setelah merumahkan dan merekrut kembali, sebenarnya bertentangan dengan PP 49/2018 tentang tak ada lagi penerimaan non PNS dalam bentuk apapun. Apalagi, yang dipanggil kembali untuk bekerja pun dilakukan tidak transparan dan dengan merekrut tenaga baru sama sekali. Perekrutan kembali yang dilakukan secara terbatas untuk beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) itu sangat mengabaikan aspek keadilan dan transparansi.

“Kita patut pertanyaan seperti apa sikap Pemda Nagekeo yang dengan berani mengangkangi aturan. Karena kebijakan itu berdampak pada semua aspek termasuk peluang mereka diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K),” kata Patris.

Menyikapi persoalan ini, ia meminta pemerintah provinsi berkoordinasi dengan semua pemda di NTT. Karena kebijakan merumahkan itu, bukan saja Pemda Nagekeo, tapi Pemda Kota Kupang. Koordinasi itu penting agar dalam mengambil kebijakan seperti merumahkan THL, harus mengedepankan aspek kemanusiaan.

//delegasi(hermen)

Komentar ANDA?