YERUSALEM, DELEGASI.COM – Israel dinobatkan sebagai negara paling aman saat pandemi Covid-19 berlangsung, menurut survei yang dilakukan Deep Knowledge Ventures.
Perusahaan konsorsium yang berbasis di Hong Kong itu merilis daftar 40 negara teraman corona. Deep Knowledge sempat menjadi buah bibir pada 2014, ketika menunjuk AI (Artificial Intelligence) sebagai anggota dewan.
Israel memuncaki daftar dengan total skor 632.32 dari 76 kriteria penilaian yang diterapkan.
Dilansir dari Nikkei Asian Review Senin (6/4/2020), beberapa parameter itu di antaranya jumlah kasus virus corona, angka kematian, ukuran geografis dan demografi, kapasitas rumah sakit, dan keahlian medis. Kemudian kriteria lainnya seperti GovTech atau sistem e-government dan kemampuan pertahanan.
Deep Knowledge menilai Israel memiliki keunggulan, setidaknya untuk saat ini sebagai negara teraman di pandemi Covid-19.
“Negara ini relatif kecil, terorganisir dengan baik, dan sistem manajemen GovTech mereka cukup efisien diterapkan secara nasional,” kata Dmitry Kaminskiy, mitra pengelola Deep Knowledge Ventures.
Kaminskiy menerangkannya dalam sebuah wawancara, dan menambahkan peringkat dapat berubah dari waktu ke waktu. Singapura berada di posisi kedua pada 1 April, diikuti Hong Kong di peringkat empat, dan Taiwan di posisi kelima.
Jepang di urutan keenam, sedangkan Korea Selatan di posisi 10. Lalu pada 12 April susunannya berubah. Peringkat kedua dihuni Jerman dan disusul Korsel di urutan ketiga.
Australia dan China masing-masing berada di posisi 4 dan 5, diikuti Selandia Baru, Taiwan, Singapura, Jepang, dan Hong Kong di 10 besar.
Israel sendiri masih mempertahankan posisi puncak. Semua negara-negara itu memiliki sistem perawatan kesehatan yang mumpuni.
Namun Kaminskiy berpendapat, Israel yang telah mengalami perang selama puluhan tahun punya keuntungan ekstra untuk menyegel perbatasan, menggerakkan sumber daya, dan menghadapi setiap ancaman geopolitik yang mungkin timbul dari pandemi.
Dr Arnon Afek yang bekerja di salah satu rumah sakit terbaik Israel berujar, semua sistem di Israel berbicara dalam satu “bahasa”.
“Kami bekerja di masa damai untuk mempersiapkan, melakukan latihan, dan memastikan semua sistem kami berbicara dalam satu ‘bahasa’.” “Semua rumah sakit, layanan darurat, tentara polisi… tahu cara bekerja karena kami melakukannya selama latihan,” kata Dr Afek.
Ia dengan hati-hati menambahkan, mereka tidak pernah berlatih menghadapi krisis seperti ini sebelumnya.
Kaminskiy mengatakan sektor teknologi yang berkembang baik dan tingkat disiplin sosial dapat menghasilkan tingkat keselamatan yang tinggi.
Lihat Foto PM Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Menteri Kesehatan Israel Yaakov Litzman (kanan), saat memberi keterangan di Kementerian Kesehatan Israel di Yerusalem, 4 Maret 2020.(Ammar Awad/REUTERS)
Namun, keselamatan tidak berarti kekebalan. Total kasus corona di Israel telah melampaui 13.000. Sebagian besar infeksi ringan dan angka kematian mencapai 171 pada Minggu (19/4/2020).
Menteri Kesehatan Yaakov Litzman juga dinyatakan positif corona pada akhir Maret, membuat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dikarantina untuk kedua kalinya. Covid-19 di Israel terus menyebar, meski pemerintah menerapkan karantina pada pengunjung dari negara-negara terdampak parah, dan mulai 12 Maret diperluas menjadi sedunia.
Dalam upaya penanganan pemerintah menutup sekolah, melarang pertemuan lebih dari 10 orang, menyerukan warga untuk tetap di rumah, dan menggunakan pengawasan anti-terorisme berteknologi tinggi untuk melacak kasus.
Kementerian Kesehatan juga memiliki aplikasi multibahasa yang memperingatkan pengguna akan kemungkinan paparan.
Meski begitu, kritik tetap dilayangkan masyarakat yang menuntut pemerintah seharusnya lebih siap, dan disiplin publik belum dilakukan menyeluruh.
Dr Eyal Leshem direktur Pusat Pengobatan Perjalanan dan Penyakit Tropis Sheba mengatakan, “Kami cukup yakin langkah-langkah social distancing telah efektif.”
“Sekarang pertanyaannya adalah, apakah itu cukup efektif untuk mencegah lonjakan rawat inap dan kematian? Mengenai itu, kami belum tahu.”
Kemudian Dr Afek menambahkan, Israel belajar dari Korea Selatan dalam memperbanyak jumlah tes Covid-19. Pelajaran lainnya adalah pemakaian masker.
“Itu salah satu hal yang telah kalian lakukan di China, di Jepang, dan kami harus belajar itu dari kalian. Itu sangat masuk akal.”
Nikkei Asian Review mengabarkan, Mossad agen intelijen Israel bulan lalu membeli jutaan masker dan ribuan alat tes Covid-19 dari sumber rahasia, menurut media setempat.
Warga Israel baru-baru ini diwajibkan mengenakan masker di tempat umum.
Negara startup
Negara berpenduduk sekitar 9 juta orang ini memiliki reputasi sebagai “negara startup” dan memiliki 7 perusahaan dalam daftar unicorn terbaru CB Insights.
Sheba yang menempati peringkat 9 di daftar Newsweek tentang rumah sakit terbaik di dunia tahun ini, menjalankan pusat inovasi. Mereka bekerja sama dengan para peneliti dan rumah sakit di Eropa, AS, dan Inggris.
“Sejumlah besar startup sekarang bekerja dan berusaha membantu memerangi corona,” kata Dr Afek.
“Berinvestasi dalam ventilator baru, diagnosis, pengobatan – semuanya sedang dilakukan di sini.”
Banyak gawai digunakan untuk meminimalkan kontak berisiko antara petugas kesehatan dan pasien Covid-19, seperti sensor jarak jauh untuk memeriksa tanda-tanda vital.
Israel pun dikabarkan tidak menutup diri untuk memberi bantuan ke Palestina, yang pada awal April menempati peringkat 37 daftar Deep Knowledge Ventures tapi kini terlempar dari 40 besar.
Menurut pemberitaan Nikkei Asian Review, PBB yang biasanya kritis terhadap kebijakan Israel mengatakan, “Pemerintah Palestina dan Israel telah mempertahankan kerja sama yang erat dan belum pernah terjadi sebelumnya pada upaya yang bertujuan mengatasi epidemi.”
Dr Afek mengatakan, penting bagi Israel untuk membantu. Para dokter Palestina telah mengunjungi rumah sakit Israel, sedangkan tim Israel dikirim ke Tepi Barat dan perbatasan Gaza untuk “berbagi pengalaman kami dengan mereka.”
Dokter pun menyarankan bahwa begitu ada negara yang menang melawan virus, negara tersebut harus membantu negara lain yang membutuhkan. Afek menyebut dirinya “cukup optimis”, tetapi banyaknya penelitian tentang virus corona yang kini beredar membuatnya yakin akan satu hal. “Tentu saja kita bisa mengalahkan virusnya.”
//delegasi (*/tim)