JAKARTA, DELEGASI.COM – Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia atau Araksi akhirnya melaporkan kasus korupsi bawang merah Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) hari ini, Rabu(19/8/2020) Pukul 09.00 WIB, Jl. Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Langka yang diambil Araksi NTT ini menyusul kasus korupsi Bawang Merah senilai Rp 8,9 miliar di Malaka itu masih ‘Nyangkut’ di Kejati NTT karena belum P21.
Terakhir, 9 tersangka yang ditahan Kepolisian Daerah (Polda) NTT harus dibebaskan dari tahanan demi hukum (karena telah melewati masa tahanan polisi, red).
Pantauan media, seperti dilansir sepangindonesia.co.id, Alfred Baun, S.H Ketua Araksi NTT didampingi Sekretaris Antonius Uspupu tiba di Gedung Merah Putih pada pukul 09.00 WITA, kemudian diarahkan oleh petugas ke ruang pelayanan publik (dugaan masyarakat) dan diterima salah seorang Staf Humas bernama Kiki.
Menurut Alfred, Humas KPK menyambut baik atas laporan Araksi pada hari ini.
Dikatakan, KPK pada dasarnya ingin mengetahui duduk perkara atas skandal bawang merah di Kabupaten Malaka yang sedang ditangani Penyidik Polda NTT dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT.
Bahkan, kata dia, Araksi akan melakukan audiensi bersama Pimpinan KPK pada tanggal (21/08/2020) agar semua laporan masyarakat Araksi dapat ditindaklanjuti.
Informasi yang berhasil dihimpun wartawan, berdasarkan tanda terima surat bernomor registrasi 56/200, nomor surat 14/ARAKSI-VIII-2020, jumlah dokumen 3 rangkap dengan tujuan surat DUMAS KPK diterima pada tanggal 19/08/2020 pukul 09.54 pengirim Alfred Baun (Araksi) dan penerima Zikrullah.
Seperti diberitakan sebelumnyam Ketua Araksi NTT, Alfred Baun mempertanyakan kinerja Kejaksaan Tinggi NTT terhadap proses hukum kasus tersebut.
“Kasus bawang merah di Malaka masih ‘nyangkut’ atau masih P.19 (dinyatakan belum lengkap, red) oleh JPU Kejati NTT hingga saat ini. Ini aneh sekali karena sudah P.19 sekitar 2 bulan. Berkas perkara 9 tersangka ini sudah dibolak-balik sebanyak 3 kali selama 2 bulan terakhir. Sebanyak 8 tersangka sudah dibebaskan dari tahanan. Hari ini 1 tersangka terakhir juga dibebaskan,” ungkap Alfred.
Kejadian itu, lanjut Alfred, sangat memprihatinkan dan tentu saja akan mengundang pertanyaan di masyarakat karena kasus tersebut sudah terang-benderang di media massa.
“Kalau sampai saat ini JPU Kejati NTT belum menyatakan berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan, masyarakat bisa saja menduga ada ‘permainan’ oknum-oknum yang sengaja merekayasa agar kasus ini tidak disidangkan,” ujarnya.
Menurut Alred, berdasarkan koordinasinya dengan Direskrimsus Polda NTT pada Jumat (14/8/20), semua petunjuk JPU sudah dilengkapi oleh penyidik Polda NTT.
“Termasuk penetapan tersangka baru. Namun anehnya, JPU selalu mengembalikan berkas ke Polda dengan petunjuk yang sama. Ada apa ini?” ujar Alfred geram.
Ia mempertanyakan kinerja Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT dalam menuntaskan kasus bawang merah yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 3,9 M sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT.
“Kami menduga, ada upaya JPU Kejati NTT untuk memperhambat proses penegakan hukum terhadap kasus korupsi bawang merah itu dengan memberikan petunjuk yang aneh-aneh sehingga menyulitkan penyidik Polda NTT dalam menangani kasus itu. Saya ingatkan kepada JPU agar tidak terjadi ‘jual-beli pasal’ dalam kasus ini,” tandas Alfred.
Menurutnya, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya yang menggunakan pakaian adat motif Sabu merupakan bentuk perhatian lebih terhadap NTT.
//delegasi (*/tim)