Hukrim  

Terkait Proyek Lando Noa, Kapolda NTT Diminta Supervisi Kinerja Polres Mabar

Avatar photo
Kasus
Petrus Salestinus

Kupang, Delegasi.com – Kapolda NTT diminta membentuk tim penyidik khusus untuk mem- back up dan mensupervisi penyidik Polres Manggarai Barat (Mabar) dalam penyidikan kasus korupsi proyek Lando Noa.

Permintaan ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam keterangan persnya yang diterima media ini, Kamis (10/8).

Menurut Petrus, pembentukan tim tersebut perlu dilakukan karena hingga saat ini Polres Mabar hanya menjerat pelaku lapangan yang terdiri dari Kepala Dinas PU Mabar, Agus Tama, Vincent Tunggal (Direktur CV Sinar Lembor yang sudah jadi terdakwa) dan terakhir Jimmi (Pejabat Pembuat Komitmen,PPK) Mabar yang dinyatakan sebagai tersangka dan telah ditahan.

“Perlunya penyidik khusus bentukan Polda NTT karena penyidik dan Kapolres Mabar diduga telah terkontaminasi oleh pola hubungan kemuspidaan dalam matarantai KKN karena saling menyandera untuk saling melindungi,” kata Petrus.

Advokat Peradi ini menyatakan, pembentukan tim khusus dari polda ini untuk netralitas dan imparsialitasnya lebih terjamin. Juga untuk mensupervisi dan memonitor kinerja penyidik Polres Mabar yang dalam penyidikan kasus ini oleh sebagian anggota masyarakat Mabar menilai sebagai telah melakukan praktek tebang pilih. Dimana praktek penyidikan terhadap orang-orang tertentu dengan tujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya dan praktek korupsi yang lahir karena adanya KKN baru. Atau karena adanya intervensi dari kekuatan politik di eksekutif dan/atau legislatif.

Petrus mengungkapkan, penyidik Polda NTT perlu memsupervisi dan menyelidiki sebab-sebab mengapa jalan Lando Noa begitu cepat hancur akibat terjadi hujan beberapa hari. Dan apakah hujan beberapa hari itu dapat dikualifikasi aebagai bencana alam. Parameter seperti apa yang digunakan dalam mengkategorikan hujan beberapa hari itu sebagai bencana alam tanpa pembuktian dan pengkajian.Patut diduga, semua ini sebagai upaya untuk menutup-nutupi korupsi lama yang terjadi pada saat Jalan Lando Noa untuk pertama kalinya dikerjakan.

“Kriteria kerusakan sebuah proyek akibat bencana dan kerusakan akibat mutu pekerjaan yang jelek akibat korupsi merupakan dua hal yang berbeda dan karena itu harus diperjelas, baik dalam penyidikan maupun dalam persidangan oleh JPU dan majelis hakim,” tandas Petrus.

Ia berargumen, metode penunjukan langsung yang dilakukan bupati untuk proyek perbaikan jalan Lando Noa jelas menyalahi UU. Karena dengan nilai proyek sebesar Rp4 miliar untuk sebuah pekerjaan perbaikan jalan bukanlah pekerjaan yang sulit dilakukan, baik perusahaan yang akan mengerjakan maupun material yang diperlukan. Maka penunjukan langsung oleh bupati patut diduga terdapat konflik kepentingan bukan saja untuk menutupi korupsi lama saat proyek pekerjaan jalan Lando Noa yang mudah hancur akibat hujan, akan tetapi juga terdapat dugaan kuat kebijakan penunjukan langsung itu jelas ditentukan hanya atas dasar pertimbangan KKN.

Ia menambahkan, dari fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan atas nama terdakwa Agus Tama (Kadis PU) dan Vincent Tunggal (Dirut Sinar Lembor), nampak jelas ada sesuatu yang disembunyikan. Karena JPU sengaja tidak mengejar dan mengelaborasi fakta-fakta tidak adanya laporan resmi tentang adanya bencana alama, tidak adanya kajian tentang apakah kerusakan jalan itu akibat bencana alam atau karena mutu pekerjaan jelek akibat korupsi. Anehnya, bupati bisa dengan mudah menelpon kontraktor perintahkan drop material tanpa membuat perencanaan. Ini merupakan kejanggalan yang perlu digali dan menjadikan bupati sebagai tersangka.//delegasi (hermen)

Komentar ANDA?