Tetapkan BAM dan GJ Tersangka Kasus Lahan Terminal Kembur, PMKRI dan MAUKK Unjuk Rasa di Kejari Ruteng

  • Bagikan
PMKRI dan MAUKK saat demo di Kejari Ruteng, Senin 07 November 2022 //Foto: delegasi.com(infopertama)

DELEGASI.COM, RUTENG – Penetapan dua tersangka dalam kasus lahan terminal Kembur GJ dan BAM oleh Kejari Manggarai pada 28 Oktober 2022 lalu menjadi sorotan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Ruteng bersama MAsyarakat PedUli Kemanusian dan Keadilan (MAUKK).

PMKRI DAN MAUKK menilai bahwa penetapan tersangka terhadap saudara BAM dan GJ oleh Kejari Manggarai itu sarat akan kepentingan pihak tertentu. Dan ada peran mafia hukum yang melakukan intervensi Kejari Manggarai.

Pernyataan itu disampikan saat demo di Kejari Ruteng, Senin 07 November 2022, yang dilansir infopertama.com.

Menurut MAUKK dan PMKRI, kedua tersangka masing-masing Benediktus A. Moa selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pengadaan lahan terminal dan Gregorius Jeramu (67) selaku pemilik lahan hanya jadikan sebagai tumbal dari sebuah rekayasa hukum demi melindungi pihak tertentu.

Ketua PMKRI Ruteng, Nardi Nandeng dalam orasinya menyebut bahwa Dinas Perhubungan Manggarai Timur sangat sembrono menugaskan Aristo Moa sebagai PPTK pengadaan lahan terminal. Pasalnya, teriak Nandeng, ketika itu Aristo baru tiga bulan sebagai PNS baru.

Menurutnya, masih ada oknum yang seharusnya bertanggung jawab penuh dalam kasus ini.

Pertama, lanjut Nandeng, terkait sangkaan bahwa sdr GJ bukanlah pemilik lahan karena tidak memiliki sertifikat adalah sebuah sangkaan yang lucu. “Seolah-olah kejari Manggarai tidak paham soal hukum adat. Bapak GJ adalah pemilik lahan terminal kembur karena beliau menguasai dan mengolah lahan tersebut berpuluh-puluh tahun.”

Nandeng pun menegaskan bahwa semua masyarakat mengetahui dan mengakui hal itu. Sehingga semenjak terminal kembur itu berdiri sampai saat ini, tidak ada satupun masyarakat yang menggugat.

Kemudian, tutur Nandeng, GJ juga memiliki surat pemberitahuan terhutang pajak bumi dan banguan (PBB).

“Hal ini menandakan bahwa secara tidak langsung negara mengakui kepemilikan tanah milik GJ,”

Ia menambahkan, “GJ sendiri sedari awal menolak tanah miliknya dijual. Namun karena dibujuk berulang kali oleh pemerintah kab. Manggarai Timur kala itu dengan dalih kepentingan umum akhirnya GJ merelakan tanahnya dibeli oleh pemda Matim.”

GJ adalah seorang petani tamatan SD yang tidak paham prosedur jual-beli tanah. Penetapan tersangka terhadap GJ adalah bentuk ketidakadilan dan penindasan kepada masyarakat kecil, tambah Nandeng saat berorasi di halaman Kejari Manggarai, NTT.

Senada dengan Nandeng, orator MAUKK, Firman Jaya, menilai Kejari Manggarai dalam sangkaan bahwa BAM selaku PPTK tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah tersebut. Namun faktanya kala itu bahwa BAM hanyalah staf biasa di dinas tersebut. Apalagi baru menyelesaikan prajabatan sebagai PNS.

“BAM juga tidak pernah menandatangani dokumen pembebasan lahan atau ada tim negosiasi jual beli tanah waktu itu.” teriak Firman Jaya.

Menurutnya, kejari manggarai tidak cermat menentukan pihak-pihak yang mestinya bertanggungjawab. PMKRI Ruteng bersama MAUKK menilai bahwa penetapan tersangka yang kejari Manggarai sangkakan lahir dari penetapan yang tergesa-gesa dan sarat kepentingan.

“Penetapan kedua tersangka telah menghianati kearifan budaya lokal budaya Manggarai dan mencederai rasa kemanusiaan dan keadilan.” tambahnya lagi.

Firman beranggapan, penetapan tersebut telah meresahkan masyarakat dan bisa memicu konflik horizontal di tengah masyarakat.

“Kami menduga bahwa kejari Manggarai sudah berkonspirasi dengan oknum tertentu untuk menjebak GJ dan BAM menjadi tersangka. GJ dan BAM adalah korban yang harus dibebaskan.” Pinta Firman yang sontak diamini ratusan masa aksi di depan kejari Manggarai.

Mereka pun bersepakat, baik PMKRI maupun MAUKK meminta Kejari Manggarai untuk segera membebaskan Bapak Gregorius Jeramu dan Bapak Benediktus Aristo Moa.

Selain itu, juga meminta Kejari Manggarai untuk mencabut status tersangka dan melakukan pemulihan nama baik terhadap kedua tersangka.

“Meminta Kejari Manggarai mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat demi menegakan keadilan dan kemanusiaan.”

Bahkan, mereka mendesak kejagung untuk turun tangan mengusut kasus ini dan mencopot kajari Manggarai karena bekerja secara tidak profesional dan berintegritas.

Mereka juga mengancam apabila tidak segera mencabut status tersangka terhadap Bpk. Gregorius Jeramu maka masyarakat adat akan mengambil kembali seluruh tanah yang oleh masyarakat adat telah serahkan kepada pemerintah Manggarai Timur. Pasalnya, masyarakat memberikan tanah tersebut tanpa alas hak.

//delegasi(*/tim)

Komentar ANDA?

  • Bagikan