Tindakan Represif Aparat Hilangkan Aspek Kemanusiaan Warga Besipae

  • Bagikan

KUPANG, DELEGASI.COM – Tindakan kekerasan dan premanisme yang dilakukan Pemprov terhadap perempuan dan anak di wilayah Pubabu-Besipae kemarin (14/10/2020) merupakan suatu tindakan yang tidak memperhatikan aspek kemanusiaan.
Demikian dikatakan Ketua Forum Sejarah Budaya Timor (FSBT), Alfred Baun kepada Media ini Kamis (15/10/2020).

Alfred Baun meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov)Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk  mengkaji ulang program penanaman kelor di Wilayah Besipae. Jangan sampe menciptakan konflik dan pemerintah hanya berurusan perkara dengan masyarakat yang di Besipae.

“Hal itu sangat nyata bahwa masyarakat Besipae sangat menderita akibat kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam program Pemprov NTT yang sebenarnya itu masih jauh dari harapan ekonomi masyarakat . Hari ini masyarakat Besipae harus menjadi tumbal karena program tanam marungga,” ungkap Alfred.

Ia juga menambahkan program Pemprov tidak mempertimbangkan aspek sosial dan Budaya.

“Saya kuatir terjadi konflik horisontal antara masyarakat yang ada di dilingkungan sekitar, terlebih khusus masyarakat Timor Tengah , akibat dari program pemerintah yang tidak mempertimbangkan aspek sosial dan Budaya di wilayah itu,”.

“Kami minta dengan besar hati, apalagi bapak Gubernur adalah putra Timor sendiri, jangan menciptakan konflik di tengah masyarakat yang kemudian baru meneliti dan mengkambinghitamkan yang lain. Padahal sebenarnya itu sudah nyata, jelas terjadi karena masyarakat merasa memiliki kalau tanah itu sebenarnya milik mereka. Sejak dari dulu sampe dengan sekarang,”lanjutnya

Menurut Alfred, Kalau hari ini pemerintah hanya sekedar memiliki landasan hukum adalah hak guna usaha apa manfaatnya? Maka, mestinya itu dilihat kembali karena masih ada wilayah yang paling luas di wilayah NTT.

Solusi lainnya adalah, tanah yang sudah menjadi milik rakyat, mestinya pemerintah tidak boleh utak-atik. Agar jangan menciptakan konflik, tetapi menggeser program itu ke wilayah yang jaraknya masih kiloan yang ada diluar dari wilayah Besipae itu.

“Ketakutan kita adalah jangan sampe pemerintah justru membuat perkara dengan masyarakat hanya karena kajian yang terburu-buru.
Hal ini Pemprov terkesan terburu-buru dengan keputusan untuk menanam Kelor di wilayah Besipae,”.

“Saya kira rekomendasi dari Komnas itu menjadi perhatian dari Pemprov, bukan mengabaikan itu rekomendasi kemudian menciptakan masalah baru,”jelasnya

“Kita dari Forum Sejarah dan Budaya Timor akan mengambil langkah untuk mengkaji masalah ini dan kita akan mengambil keputusan dalam waktu singkat”.

Diberitakan sebelumnya, konflik lahan kembali terjadi di Desa Pubabu-Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Warga setempat terlibat bentrok dengan petugas dari Pemerintah Provinsi NTT.

Tokoh masyarakat Pubabu-Besipae, Niko Manao membenarkan peristiwa tersebut. Menurutnya, konflik terkait lahan Pubabu-Besipae tersebut terjadi pada Rabu (14/10) siang.

“Betul ada konflik lagi yang terjadi kemarin sekitar jam 12.00 siang antara warga dan pihak Pemerintah Provinsi NTT,” ujar Niko dikutip Antara dari Kupang, Kamis (15/10/2020).

Bentrokan fisik dalam konflik memperebutkan lahan yang kembali terjadi di Pubabu Besipa, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (14/10/2020). (ANTARA/HO-WAHLI NTT)

 

Dia mengatakan bentrokan itu tak terhindari saat petugas Satpol-PP dan Dinas Peternakan Provinsi NTT turun ke lokasi untuk melakukan kegiatan di lahan tersebut.

Warga menolak karena lahan tersebut masih berstatus sengketa. Mereka tidak setuju ada kegiatan di lahan sengketa itu sehingga berujung pada perkelahian fisik.

“Beberapa warga kami perempuan yang terluka. Ada ibu yang dicekik di leher hingga masih ada luka yang membekas,” katanya.

Dalam video yang beredar di media sosial Twitter, tampak sejumlah warga perempuan beradu mulut dengan para petugas dari pemerintahan, baik yang berseragam Satpol PP maupun pakaian bebas.

Di sisi lain, mereka kemudian saling mendorong. Seorang perempuan ditarik pria berpakaian bebas dan petugas Satpol PP. Aksi saling tendang pun terjadi.

Dua perempuan bahkan terjatuh dalam insiden tersebut. Seorang ibu tampak tak sadarkan diri setelah dirinya ditarik dan didorong hingga terhempas ke tanah.

Perempuan lainnya kembali bangkit untuk melawan. Namun seorang pria berjaket gelap mencekiknya kemudian mendorong perempuan yang perawakannya lebih kecil itu hingga jatuh ke tanah.

Seorang ibu bersumpah makan tanah dalam aksi mempertahankan tanah ulayat mereka di Besipae, Timor Tengah Selatan, dalam kasus konflik lahan warga Besipae dengan Pemeirintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto: Ist

 

Beberapa perempuan lainnya kemudian marah melihat kejadian tersebut, lalu terlibat bentrokan.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi NTT melalui Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTT Marius Jelamu juga membenarkan peristiwa konflik tersebut. Namun dia membantah telah terjadi tindakan kekerasan oleh pemerintah di Pubabu-Besipae.

“Pemerintah adalah bapak mamanya rakyat sehingga tidak mungkin menyengsarakan rakyat,” katanya di Kupang, Kamis.

Ia mengatakan dalam seluruh kebijakan pembangunan, pemerintah berusaha agar kerja sama antara pemerintah dan masyarakat berjalan dengan baik.

Konflik memperebutkan lahan antara Pemerintah Provinsi NTT dan warga Pubabu-Besipae juga terjadi pada Selasa, 18 Agustus 2020 lalu.

// delegasi(Tim)

Komentar ANDA?

  • Bagikan