“Anggota DPRD NTT, Winston Neil Rondo telah merampungkan sebuah buku yang berjudul “Merah Putih Tergadai di Perbatasan”. Buku yang diangkat dari pengalaman empirik selama beliau masih berkecimpung di dunia Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu mengajak pembaca sekalian untuk melihat lebih dalam tentang kehidupan masyarakat di perbatasan”.
Kupang, Delegasi.com – Ia tidak sekedar wakil rakyat yang menghabiskan waktu untuk menyelesaikan paripurna dan sidang resmi lain di DPRD NTT, namun semangat muda yang terus menggelora, membuat Politisi Muda, Winston Neil Rondo sukses menggugah semua orang lewat bukunya yang berjudul Merah Putih Tergadai di Perbatasan. Maha karya ini ia gali dari pengalaman empirik selama menjadi aktivis di Lembaga Swadaya Masyarakat.
Masalah perbatasan menjadi isu yang sangat seksi, karena memendam banyak persoalan krusial tentang lemahnya kehidupan sosial ekonomi warga hingga lunturnya rasa nasionalisme mereka terhadap negaranya sendiri. Berangkat dari pengalaman empirik serta beberapa kajian dari hasil diskusi semenjak menjadi aktivis di NGO, Winston Neil Rondo akhirnya memantik perhatian semua orang terutama pemerintah untuk serius memperhatikan masalah tersebut melalui buku yang akan di launching dan dibedah pada 28 Oktober 2017 mendatang. Keprihatinan politisi muda ini terutama pada keberadaan perbatasan sebagai teras NKRI hingga lunturnya kecintaan warga terhadap tanah air dari waktu ke waktu akibat nasib mereka yang tidak menentu.
Menurut Winston; sejatinya, persoalan sosial ekonomi dan nasionalisme adalah persoalan anak bangsa, bukan persoalan orang per orang atau persoalan para pejabat saja. Artinya, agar kesadaran ini bukan sekadar mitos, semua stakeholder, semua warga, dan semua lembaga harus terlibat dan bertanggung jawab di dalamnya. Oleh karena itu, dengan hadirnya buku “Merah Putih Tergadai di Perbatasan” ini diharapkan dapat mendorong semangat warga bangsa untuk membangkitkan asa kaum muda Indonesia.
Buku yang diterbitkan PT Elex Media, Kompas Gramedia Jakarta menurut penulis yang juga Mantan Ketua GMKI Cabang Kupang ini bertujuan untuk menggali kekayaan intelektual dan wawasan kebangsaan kaum muda sesuai dengan bidang karya dan ilmu yang mereka dalami, memberi kontribusi bagi pembangunan bangsa serta membagikan dinamika kekayaan wawasan perjuangan idealism kaum muda dalam mengisi perjuangan para founding Fathers bangsa.
Dalam buku ini pula pembaca akan disuguhkan tentang masalah pangan di perbatasan, tentang celengan kekayaan rakyat dan mengakarkan rupiah. Ada pula justifikasi tentang perbatasan akan menjadi pilar ekonomi sampai kenapa merah putih tergadai. Pada bagian ini diterangkan secara rinci mulai dari sisi ekonomi, mindset, sampai nasionalisme. Pada bagian lain penulis secara gamblang meneropong peristiwa yang terjadi di sudut negeri, tentang meredupnya nasionalisme dan bagaimana menumbuhkannya ?
Anggota DPRD NTT Komisi V ini juga mengajak pembaca untuk menikmati permainan diksi yang elok untuk menggambarkan betapa masyarakat perbatasan seperti bunga dadap. Sungguh merah tetapi berbau tak sedap. Negeri Indonesia diasosiasikan seperti firdaus, sangat mempesona namun tidak semua orang menikmatinya. Masyarakat di perbatasan khususnya di NTT, disebut memelihara sapi namun bukan miliknya. Penggambaran yang komprehensif terhadap keberadaan warga perbatasan begitu humanis dan bakal memantik siapa saja yang melahap buku ini nantinya.
Menurut pria baby face ini, ada satu masalah dalam hidup bernergara di tataran praktis. Jika pusaka digadaikan, maka kita tak lagi untuk sementara waktu tak memiliki kekayaaan yang paling berharga. Yang terjadi sekarang ini sebagian konten tentang nasionalisme hanyalah rangkaian kata-kata bohong. Dengan kata lain, anak muda mengatakan bahwa nasionalisme itu gombal! Misalnya, katanya kita telah merdeka tetapi banyak di antara kita masih merana. Sikap apatis yang menjadi embrio lunturnya nasionalisme tersebut menjadi tanggung jawab kita semua (Bdk. Bagian Pertama nomor 2). Apalagi di daerah tertentu yang kaya minyak, minyaknya mengalir deras tetapi sebagian daerahnya masih gelap. Pemikiran-pemikrian seperti ini yang masih menggelayut di benak kaum muda..
Kasus-kasus prosedural yang sebetulnya bisa ditangani secara sederhana tetapi dipersulit, membuat kaum muda semakin bingung dengan negeri ini. Secara sederhana disebut, betapa berbelitnya membuat proposal kredit di daerah terpencil.
Lebih menukik lagi persoalan nasionalisme bukan sekadar pidato. Keprihatinan atau masalah sakaw karena narkoba tak sebatas pidato tetapi ini soal action . Nasionalisme bukan sekadar soal simbol-simbol Negara tetapi menyangkut kelangsungan generasi muda mendatang.
Namun ada tepisan bahwa kaum muda bukan tipis nasionalisme sebab generasi muda itu melek IT (Teknologi Informasi). Dengan caranya mereka ingin mempertahankan cinta tanah air. Dan, masih ada banyak lagi contoh nasiobnalisme di buku ini yang disumbangkan kaum muda, bukan hanya soal pesimisme saja.
Yang lebih penting menurut Winston adalah bagaimana menumbuhkan kembali nasionalisme tersebut. Utamanya di bidang KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) mesti dipotong dalam satu genarasi. Itulah penyakit yang sejak reformasi sudah diketahui tetapi tidak gampang dibasmi. Demi nasionalisme berjalan on the track, kita mengikuti arahan reformasi. Solusi lainnya juga dibukukan di bagian terakhir buku ini.
Pada bagian terakhir dari buku, penulis berharap agar gelora gagasan anak muda ini dikelola dengan baik oleh pemangku yang berkepentingan, maka niscaya Indonesia bisa menjadi negara terhormat. Ada sekurang-kurangnya tiga prasyarat Indonesia bisa menjadi negara terhormat. Bukankah kita punya Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan prasyarat lainnya? Bagaimana pemimpin menjadikan modal dasar untuk menjadi Indonesia jaya? Buku ini akan mengupas hal-hal di seputar nasionalisme agar generasi muda lebih sadar akan perannya di di zaman yang kian maju ini.
Intinya, untuk menumbuhkan kecintaan pada bumi pertiwi menjadi suatu kebutuhan, perlulah kita senantiasa membangun kecintaan kepada bangsa melalui rejuvenasi dan revitalisasi tanpa rasa curiga untuk melakukan perselingkuhan. Kenapa? Sebab, nasionalism is all about love! Cinta itu tak lekang oleh zaman, baik di zaman edan maupun di zaman lebih dari edan sekali pun. //delegasi(hermen)